Review Film: ‘He’s All That’
4 min readReview Film: ‘He’s All That’ – Karya remake terhadap ‘She’s All That’, salah satu film berjenis romantis terkenal dari tahun 1999, sudah disiarkan di Netflix pada 27 Agustus 2021.
Review Film: ‘He’s All That’
flixmaster – Sempat membuat gempar sebab trailer perdananya menampilkan kehadiran 2 player dari film terdahulu, ialah Rachel Leigh Cook yang dulu berfungsi selaku Laney Boggs serta Matthew Lillard yang menjadi Brock Hudson, pemirsa terus menjadi menunggu-nunggu serta mempersoalkan apakah film terkini ini mempunyai hubungan spesial dengan film‘ She’ s All That’?
Melansir cineverse, Tetapi nyatanya, film remake yang mempraktikkan metode pertukaran gender dari film terdahulu ke dalam‘ He’ s All That’ ini tampak secara mandiri tanpa tersambung dengan cerita masa lalu, melainkan sebagian perinci pendukung yang diikutsertakan, semacam lagu“ Kiss Me” dari Sixpence serta baju merah yang dipakai oleh player penting perempuan alhasil membuat pemirsa yang sempat menikmati‘ She’ s All That’ bisa bernostalgia sejenak.
Baca juga : Review Film: ‘Notebook’
Disutradarai oleh Mark Waters,‘ He’ s All That’ diawali dengan cerita dari seseorang influencer TikTok bernama Padgett Sawyer( Addison Rae) yang tiba- tiba kehabisan para pengikut serta sponsornya sebab pancaran langsung yang menampilkan dirinya meluapkan kemarahan pada si kekasih, Jordan Van Draanen( Peyton Meyer), di dikala laki- laki itu main mata dengan seseorang bedaya kerangka. Sewaktu beliau jadi materi candaan di bumi maya, salah satu sahabat terdekatnya yang bernama Alden( Madison Pettis) menawarkan taruhan pada Padgett buat mengganti laki- laki antisosial yang tidak terkenal di sekolah mereka jadi seseorang Prom King. Ia merupakan Cameron Kweller( Tanner Buchanan).
Pertaruhan itu mendesak Padgett mencari beraneka ragam metode buat membuat keakraban dengan Cameron. Sampai pada sesuatu hari kala film mereka menyanyi bersama di suatu acara karaoke jadi viral, Padgett memperoleh lagi atensi para konsumen TikTok serta akunnya kembali dibanjiri pengikut. Tidak cuma buat memenangkan taruhan, wujud Cameron pula bawa akibat positif pada pekerjaan Padgett selaku seseorang influencer. Tetapi pasti saja, suatu dusta serta pertaruhan rentan jadi faktor permasalahan besar dalam sesuatu ikatan yang mengaitkan perasaan. Cerminan itu dijabarkan oleh‘ He’ s All That’ dalam durasinya yang menggapai 91 menit.
Kala wajib memandang film ini selaku suatu remake, pantas diakui kalau‘ He’ s All That’ bawa inovasi yang sedemikian itu dekat dengan era saat ini. Cerita mengenai kehidupan alat sosial yang didominasi oleh kebohongan serta kejamnya perkata dari para warganet yang hobi memeriksa terwakilkan dengan amat bagus dari kerangka balik seseorang Padgett Sawyer dalam film itu. Padgett ditafsirkan terjebak dalam ketenaran maya alhasil beliau lama- lama kehabisan siapa dirinya sesungguhnya. Beliau merasa wajib senantiasa tampak sempurna dalam polesan dandanan wajah, pakaian yang stylish, apalagi kehidupan elegan buat membuat pandangan wanita harapan di akun alat sosialnya.
Deskripsi yang satu itu pula tidak takluk bagus dalam bawa catatan yang menyadarkan pemirsa mengenai bagian jelas serta hitam alat sosial. Padgett memanglah dapat menciptakan duit dengan cara praktis dengan ketenarannya di bumi maya, tetapi kehabisan diri sendiri serta banyak orang yang disayanginya juga merupakan resiko yang besar, bukan? Wujud Padgett jadi amat kontras apabila dibanding dengan kepribadian Cameron yang memilah buat hidup dengan triknya sendiri tanpa mau turut membebani diri membuat pandangan di alat sosial, walaupun banyak warganet yang mengaguminya dikala awal kali beliau viral bersama Padgett.
Dari wujud Cameron kita bisa memandang gimana orang yang menghindar dari alat sosial hendak mengarah lebih gampang buat berpusat pada dirinya sendiri. Walaupun sedemikian itu, beliau pula wajib mengalami kenyataan kalau bumi jelas meminggirkannya sebab beliau menutup diri dari arus teknologi satu itu. Dari mari, pemirsa dibawa buat memandang berartinya batas serta penyeimbang dalam“ membuka diri” kepada kemajuan era, spesialnya dalam bermedia sosial.
Sayangnya, seluruh perihal mengenai alat sosial yang tersorot itu mengundang kasus dalam pengeksekusian totalitas narasi ke dalam layar luas alhasil tidak terasa melegakan. Sebagian lubang di sejauh ceruk( alur hole) bermunculan, membuat intensitas pembangunan perinci narasi ini pantas dipertanyakan, terlebih kala titik balik pergantian perasaan Cameron pada Padgett kurang dieksekusi dengan cara terperinci sementara itu itu ialah salah satu pernyataan yang sangat dinantikan.
Kelihatannya,‘ He’ s All That’ sangat asik berkutat dengan perkara alat sosial dari kerangka balik figur Padgett Sawyer. Ternyata membuktikan mutu yang lebih bagus dari film terdahulu,‘ He’ s All That’ seakan berjalan tanpa arah yang nyata. Padgett yang sepatutnya berusaha mengganti Cameron jadi Prom King, malah lebih berkesan tengah membuat wujud Cameron jadi pancaran para konsumen TikTok.
Tidak hanya itu, kekurangan lain yang tidak takluk memunculkan ketidaknyamanan merupakan game kedudukan dari Addison Rae serta Tanner Buchanan yang kurang maksimum dalam mempertontonkan chemistry selaku sejodoh belia mudi sekolah menengah atas yang lagi jatuh cinta. Selaku suatu film berjenis romantis pastinya kekurangan satu itu amat disayangkan. Bagus Addison Rae serta Tanner Buchanan sangat asik main kedudukan dengan cirinya tiap- tiap alhasil kurang menampilkan hubungan ikatan yang memastikan dikala bersama timbul di dalam layar.
Addison Rae selaku Padgett Sawyer terhanyut jadi seseorang influencer yang wajib memberikan seluruh kegiatannya ke dalam akun alat sosial. Sedangkan itu, Tanner Buchanan yang menjadi Cameron Kweller sangat mendalami kepribadian antisosial yang lebih suka menghabiskan durasi dengan kamera tanpa memberikan hasil jepretannya pada orang banyak. Kala keduanya bersuatu, bumi yang bertolak balik itu terus menjadi nampak berlainan serta nampak tidak sesuai buat berpadu.
Beruntungnya, bagian sinematografi jadi juru selamat buat film ini alhasil sedang dapat tertonton mengasyikkan. Pemahaman visualnya kepada kerangka balik kepribadian figur kuncinya, ialah Padgett, pantas diapresiasi. Bagian satu itu sanggup memadukan bumi maya serta bumi sebetulnya di dalam‘ He’ s All That’ alhasil cerminan kehidupan seseorang influencer terasa lebih memastikan. Skoring selaku bagian teknis yang lain pula terhitung lumayan bagus meningkatkan adrenalin narasi, walaupun belum bisa dibilang eksklusif.
Baca juga : Resistance, Film 2020 Bergenre Drama Biografi
Pada akhirnya, selaku suatu film remake,‘ He’ s All That’ terhitung kandas buat memperkenalkan opini membekas pada pemirsa, terlebih mereka yang luang menyaksikan film aslinya, ialah‘ She’ s All That’. Hendak timbul sesuatu kondisi membanding- bandingkan serta wajib diakui kalau film terdahulu jauh lebih bagus. Sedangkan untuk para pemirsa yang tidak melihat film terdahulu, terlebih pemirsa berumur anak muda,‘ He’ s All That’ sedang dapat dinikmati buat menghibur diri serta memikirkan indahnya aneka warna era sekolah ataupun masa- masa kala cinta sedang segalanya.